Pages

Berakhir di Awal Kepala Dua

Sebentar lagi tanggal 30 Juli berakhir. Huh, entah ini penutup yang indah atau tetap harus disyukuri menjadi penutup yang indah. Saya memang menganggap 30 adalah tanggal terakhir dari bulan sakti yang satu ini. Tanggal ini merupakan tanggal penentu kelangsungan hidup saya. Khususnya di tahun ini. Mungkin terkesan cukup berlebihan, tapi ini serius lho.

Hm.. kuota paket habis, pulsa yang jatahnya satu bulan lenyap, salah kirim pulsa akibat (mendadak) gak inget nomer sendiri, gak bisa tidur, mata udah semakin sipit akibat air mata yang non stop dari sore. Please deh, kacau banget sih hidupmu (ngomong sama kaca). Jadi begini asal muasal bagaimana bisa sekacau ini, ya hari ini hari spesial (seharusnya) untuk seorang mantan pacar saya. Ehem.. serius mantan dan gak bakal pernah jadi pacar apalagi suami. Miris bung. Saya cukup antusias untuk merayakan hari ini, faktor utama bukan karena masih terlalu cinta atau apa, tapi karena kami sudah tidak punya cukup banyak waktu untuk bersenang-senang seperti saat SMA.

Saya dan dia sudah mulai beranjak dewasa dengan umur berkepala dua di bulan kelahiran kami yang sama. Mau tidak mau saya dan dia harus menerima segala tetek bengek beratnya masalah orang dewasa. Sebenarnya dari awal kami bersama (dulu) juga sudah menjadi suatu masalah. Ya kami berbeda keyakinan, berbeda dalam menyebut nama Tuhan. Itu menjadi masalah cukup besar bagi orang-orang dewasa disekitar kami, walaupun sebenarnya dia yang selalu menemani saya keliling sekolah (dulu) untuk sembahyang saat pulang sekolah, dia yang selalu mengingatkan saya untuk menundukan kepala sejenak sebelum makan, dan dia yang selalu mengajarkan saya untuk pasrah kepada Tuhan akan semua masalah yang saya hadapi. Ini bekal hidup, saya dapat dari mantan pacar saya. Bukan dari orang-orang dewasa yang selalu memicingkan mata ketika melihat kami (dulu) bersama. 

Kembali ke masalah orang dewasa, sudah sejak lama. Entah tepatnya kapan, saya lupa atau mungkin malas mengingat. Dia bercerita akan pergi meninggalkan saya untuk mengejar cita-citanya di luar negeri. Begitu antusiasnya dia bercerita, bahkan saya juga telah menemani dia bersama keluarganya menyiapkan segala keperluaannya untuk hidup di luar negeri. Awalnya Jepang sekitar satu tahun, dan tiba-tiba Irlandia sekitar enam bulan. Itu tempat yang (seharusnya) menjadi tujuannya. Satu hal yang membuat saya begitu sedih ketika dia berkata bahwa saya bukan prioritas utamanya lagi, jadi dia tidak ingin saya kecewa dengan membiarkan saya menantinya pulang tapi dia tidak bisa bersama dengan saya ketika saat itu tiba. Jangan berpikir dia jahat, dia baik. Bahkan teramat baik, hingga tidak ingin saya menanti dia  yang fokusnya hanya untuk sukses. Dia tidak ingin saya ikut rumit bahkan sengsara karena menunggu dia. Entah perasaan apa yang saya rasakan ketika pertama kali dia mengatakan itu kepada saya. Ibarat gunung, mungkin saya bisa langsung saja meledak. Semuanya porak-poranda.

Ini awal masalah dewasa terumit, bahkan sangat rumit setelah hubungan beda keyakinan kami. Sebelumnya kami memang sesekali tampak bersama. Jika kami tidak sama-sama sibuk mungkin kami bisa mengalahkan pasangan teromantis sekalipun. Menurutku ini kebiasaan. Kebiasaan yang membuat kami saling membutuhkan. Aku dan dia bisa punya berjuta cerita yang bisa kami tertawakan tiap kali berjumpa. Entah itu lucu atau tidak, ada perutnya yang beranjak buncit yang tetap bisa digoda. Dan akhirnya kami tertawa. Mungkin beberapa orang akan heran dengan hubungan jenis apa yang kami jalani. Aku dan dia pun tak tahu. Dia memang saat ini tidak ingin membuka hatinya untuk wanita lain karena itu bukan prioritas utamanya, walaupun tidak menutup kemungkinan jika ada gadis belia seperti JKT 48 yang jomblo dihadapannya akan disikat pula. Aku tidak mempermasalahkan ini. Tepatnya tidak beranci jamin akan cemburu atau tidak, tapi aku hanya mengizinkannya untuk bersama dengan wanita yang sama keyakinannya dengannya. Sedangkan aku, putus darinya sudah beberapa laki-laki yang wara-wiri di hati. Jangan kira dia tidak tahu, atau dia tidak peduli. Bagiku dia sangat peduli, bahkan ketika aku sedang frustasi dengan laki-laki yang nampak memberi harapan palsu padaku, pelarianku ya padanya. Hanya dia yang komplit tahu mengenai semua laki-laki yang dekat denganku. Kadang dia cemburu, kadang dia memarahiku, kadang dia menegakkan kepalaku supaya tidak membanding-bandingkan laki-laki lain dengannya.

Saat ini kami sama-sama sendiri, aku benar-benar berpikir bagaimana bisa menyenangkannya di detik-detik keberangkatannya. Aku belajar keras semester ini, walaupun tetap tidak bisa mengalahkan IPK sempurnanya. Aku berencana untuk magang di apotek liburan ini, tapi tidak terealisasi karena liburan yang cukup pendek. Aku juga berencana les bahasa inggris, supaya bisa menyainginya niatnya. Tapi, tidak tercapai. Eits, jangan kira aku berhenti. Aku juga diam-diam membeli buku untuk latihan TOEFL dan kamus kok, hanya saja sepertinya dia tidak akan tahu ini jika tidak membaca ini. Entah bagaimana aku ingin sekali terlihat lebih baik sebelum dia meninggalkanku. Dan hasilnya bulan Juli, bulan yang ku takutkan mendatangkan kebahagiaan.

Bahagia karena hasil semester ini cukup memuaskan untuk memperbaiki semester sebelumnya, aku punya teman-teman kos yang begitu hangat merayakan ulang tahunku, dan hari ini. Penutup Juli ini, kami bertemu. Aku berencana pergi bersamanya, entah kemana. Setelah berhari-hari kami tidak saling bicara, hanya perang stiker di Line yang berujung rasa bosan. Rencana hanya tinggal rencana. Aku mengantarkannya ke tempat les bahasa inggris terkemuka di Sesetan, tapi sayang masih libur lebaran. Jadi kami berputar balik pulang. Tibanya di rumah, yang aku dengar hanya adu argumentasi dia dan ayahnya. Masalah masa depan, ini bukan yang pertama. Seringkali kudengar tentang ini, tapi kali ini nampak lebih serius. Gerah rasanya hadir diantara mereka. Syukur, ada komang (adiknya) yang kujadikan pengalihanku. Aku bermain-main dengan spidol dan white board bersamanya, meskipun tetap kupingku tak bisa berhenti untuk peka mendengarkan semua. Akhirnya aku tahu sendiri bagaimana usahanya meyakinkan orang tuanya, aku tahu sendiri bagaimana fokusnya dia, bagaimana ambisinya yang tak bisa dipatahkan. Sejauh ini, dia tidak jadi berangkat ke Irlandia. Ini masalah dengan kampus dan visanya, dan sepertinya dai sudah tidak mengharapkan. Karena ini bukan hanya sekali, sudah beberapa kali dia menaruh harapan tapi tetap tidak ada kabarnya. Sekarang fokusnya meneruskan garment milik keluarganya, entah dia jadi cuti dari kuliahnya atau tidak. Dan tentunya akan tetap tekun belajar bahasa Inggris dan Jepang sembari menanti keberangkatan lainnya. Yap, hari ini aku menyerah. Sungguh berjanji pada diri sendiri tidak akan mengusiknya sedikitpun. Aku tahu bagaiman raut wajahnya yang berubah ceria ketika selesai berargumen dengan ayahnya, wajah yang sebelumnya cemberut tapi berusaha ditutup-tutupi benar-benar berubah ketika dia mantap dengan masa depannya.


Aku menyebut ini pengorbananku untuk sebuah kesuksesan. Tidak ada yang lebih menyenangkan melihat yang disayang bahagia mengejar cita-cita walaupun harus meneteskan air mata melepas semua kebiasaan bersama. Aku memang tidak bisa melakukan ini, tapi aku harus melakukan ini. Aku juga harus mulai dengan sesuatu yang lebih baik sepertinya, bukan malah meratapi kepergiannya. Dia telah membuat hidupku berubah jadi lebih baik, dan itu harus kuteruskan. Meski harus kehilangan sepotong hati. Aku akan mulai semuanya dari awal, mulai menyusun hal-hal menyenangkan yang bisa kulakukan. Mungkin aku tidak akan terburu-buru mencari penggantinya, berkaca dari pengalaman sebelumnya. Tidak ada yang menetap di hati begitu lama, yang diharapkan terbaik malah setengah hati bersama. Hehehe. Ya, setidaknya mencari teman bicara dulu lah ya, yang bisa diajak berbicara dan tertawa ngalur-ngidul. Kalau klik siapa tahu bisa jadi teman hidup. hihihi *promosi* ^^v

Sekian cerita saya, akhirnya kantuk datang juga. Ah, leganya.

Selamat ulang tahun, lebih semangat mengejar cita-cita diumur yang sudah berkepala dua.
Terima kasih untuk semua kenangan yang indah :)

Mahasiswa harus bisa BICARA

Sore tadi sekitar pukul setengah 4 aku berada di Lantai 4 Student Center. Rapat Dies Natalis Unud ke 52 sedang dilaksanakan. Rapat yang molor 30 menit ini cukup banyak mengobrak abrik isi kepalaku. Jadi ceritanya aku hadir dalam rapat ini sebagai perwakilan BEM fakultasku, dan kebetulan pula aku turut andil menjadi sekretaris tim sukses fakultas kesayangan dalam berbagai pertandingan dan perlombaan yang akan diadakan sejak awal bulan September ke depan. Aku hadir bersamaa koordinator dari fakultasku dan ibu gubernur BEM fakultasku. Rapat ini lengkap dihadiri oleh seluruh BEM fakultas di Unud dan dipimpin oleh panitia Dies Natalis serta presiden BEM Unud.

Rapat ini berlangsung cukup alot. Banyak sekali sanggahan dan masukan dari segala penjuru arah. Untung saja panitia sigap dan menyerahkan kembali segala keputusan yang akan diambil berdasarkan hasil diskusi bersama oleh seluruh peserta rapat. Intinya sih biar tercapai keputusan yang mufakat. Aku mungkin tak akan menceritakan panjang lebar mengenai rapat ini, tapi yang menarik adalah bagaimana kita yang meperhatikan hal-hal unik dari tiap rapat (atau pertemuan dengan banyak orang). Selain keunikan peserta rapat yang berwajah menawan lho ya. hehe :p 

Aku suka memperhatikan bagaimana cara orang menyampaikan isi kepalanya di depan orang banyak, hal ini menurutku tak bisa dipelajari hanya dengan membaca buku "cara berbicara di depan umum" tapi belajar dari melihat dan mendengarkan keseluruhan cara orang lain berbicara juga salah satu caranya. Seperti misalnya, mahasiswa dari fakultas A menyampaikan isi kepalanya secara terstruktur tapi tidak bisa menyakinkan seluruh pendengarnya, atau mahasiswa dari fakultas B yang cara penyampaian isi kepalanya tidak terstruktur, tapi tegas dan disertakan dengan rasionalitas dari kalimat yang diucapkannya. Itu dua contoh tipe mahasiswa yang berbeda dari banyak tipe lainnya. Dari sini aku belajar, bagaiamana cara menyampaikan isi kepala di muka umum serta dapat mengendalikan pendengar disekelilingku.

Aku sering mengikuti kegiatan rapat atau sekedar diskusi santai seperti kegiatan di jurusan, fakultas, universitas, atau diskusi luar kampus yang memang sengaja ku datangi untuk sekedar memperoleh informasi. Banyak sekai tipe orang yang kutemui, ada yang tipenya ku sukai dan adapula tipenya menurutku harus dihindari. Selain itu rapat tadi juga membuatku berpikir menjadi seseorang yang bicaranya terstruktur, pikirannya fokus dalam menyampaikan sesuatu, tegas, dan berbicara mudah dimengerti yang disertai dengan implementasi tidaklah cukup untuk bisa menguasai segalanya. Misalnya, si A sangat pandai berbicara dalam lingkungannya, tapi ketika dia pergi ke lingkungan B belum tentu si A akan mudah menyesuaikan diri untuk menunjukan bakat bicaranya pada lingkungan B. Ini dia pointnya, ketika pandai sesuatu ya harus terus dilatih dengan melihat cara berbicara orang lain, mendengarkan pembicaraan secara utuh, dan mencoba mengikuti pembicaraan. Bukan malah sebaliknya.

Ya, menurutku ini salah satu bagian dari softskill yang sering dibicarakan oleh mahasiswa. Yang katanya 80% lebih penting dibandingkan praktikum dan teori di kampusmu. Atau yang katanya mahasiswa adaah Agent Of Change yang otomatis harus bisa berbicara di depan umum. Nahlo, jadi bagaimana sekarang ? Siap dong mulai sekarang bakal rajin memberi pendapat dalam rapat atau diskusi ? Bukannya malah main gadget atau tidur dalam rapat atau diskusi. hehe peace ^^v.
Ayo deh, mulai bentuk diri dengan softskill yang baik mumpung masih mahasiswa dan mumpung belum dikejar TA. yuhuu ~
 
Download this Blogger Template From Coolbthemes.com